Miskin = Kurang Gizi ?

Miskin = Kurang Gizi ?
credit by pixabay

Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 2018 mengambil tema Membangun Gizi Menuju Bangsa yang Sehat Berprestasi. Salah satu agenda prioritas pem­bangunan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan Nawacita adalah peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup ma­nusia Indonesia. Keberhasilan pembangunan di Kota Tasikmalaya dapat dicapai dengan didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dimana kecukupan asupan gizi menjadi salah satu penentu terciptanya SDM yang berkualitas.

Permasalahannya bagi penduduk yang menempati kelompok msyarakat ekonomi rendah tentu untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya pun akan mengalami kesulitan terutama untuk memenuhi makanan yang bergizi.
Data yang dirilis Badan Pusat Satistik (BPS) Kota Tasikmalaya dalam buku publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2017 menunjukkan bahwa penduduk pada kelompok masyarakat ekonomi rendah rata – rata hanya mampu mengkonsumsi makanan per kapita per hari sebanyak 1.797,4 kilo kalori (kkal) dan protein sebanyak 51,17 Gram. Angka ini berada dibawah standar kecukupan nasional sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan RI No­mor 75 tahun 2013, yaitu 2.150 kkal untuk kalori dan protein sebesar 57 gram. 

Sebetulnya sejak dua tahun terakhir angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya mengalami penurunan, hal ini menunjukkan adanya perbaikan kinerja pemerintah dalam usaha menurunkan tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya.

Menurut BPS, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran perkapita dibawah garis kemiskinan) di Kota Tasikmalaya pada tahun 2016 mencapai 102,79 ribu orang (15,6%) berkurang 3,99 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.

Seperti yang sudah pernah penulis tulis dalam artikel sebelumnya, dalam mengukur indikator kemiskinan BPS menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, dimana Kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan yang terdiri atas garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan. Garis kemiskinan makanan me­rupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkal per kapita per hari. Sementara garis kemiskinan bukan makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Pada tahun 2017, pengeluaran komoditas makanan terbesar pada kelompok masyarakat ekonomi rendah di Kota Tasikmalaya adalah Makanan dan Minuman Jadi. Peringkat kedua dan ketiga masing – masing ditempati Beras dan Rokok. Rokok menjadi komoditas yang cukup penting bagi penduduk miskin karena pengeluaran untuk rokok cukup besar hampir mencapai 10%. Presiden Joko Widodo pernah berpesan pada rapat kerja kesehatan nasional 28 Februari 2017, agar masyarakat menghentikan kebiasaan merokok. Maksudnya adalah jangan sampai uang dipakai untuk membeli rokok dan bukan untuk menambah makanan yang bergizi bagi keluarganya.
Baca juga : Rokok vs Kemiskinan
Agar penduduk Kota Tasikmalaya terhindar dari masalah kekurangan gizi, pemerintah harus gencar menyadarkan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat ekonomi rendah agar sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan yang bergizi bukan untuk membeli rokok sebab rokok tidak mengandung gizi sedikit pun. Selain itu, pemerintah dapat menambah program padat karya yang menyentuh masyarakat miskin, melakukan pendampingan nutrisi baik oleh pemerintah maupun komunitas masyarakat, memberikan penyuluhan tentang makanan bergizi serta perilaku hidup sehat. Dengan begitu diharapkan masalah kekurangan gizi dan rantai kemiskinan dapat diatasi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Miskin = Kurang Gizi ?"