credit by pixabay. |
Sejauh ini, kemiskinan masih menjadi fokus utama di
Kota Tasikmalaya. Pasalnya, sejak tahun 2014 tingkat kemiskinan di Kota
Tasikmalaya cenderung stagnan atau turun secara tidak signifikan.
Setiap tahun program – program pengentasan
kemiskinan dengan nilai miliaran rupiah sudah digelontorkan oleh Pemerintah guna
menekan tingkat kemiskinan. Tetapi sampai dengan tahun 2017, Badan Pusat
Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan Kota Tasikmalaya sebesar 14,80 persen.
Akibatnya, angka ini masih menempatkan tingkat kemiskinan Kota Tasikmalaya paling
tinggi di Jawa Barat.
Baca juga : Menyoal Pola Konsumsi warga Kota Tasikmalaya
Maraknya program bantuan tunai disinyalir menjadi akar penyebab suatu rumah tangga enggan keluar dari kemiskinan. Padahal dengan program tersebut, pemerintah bermaksud membantu meringankan beban masyarakat agar dapat keluar dari garis kemiskinan. Tetapi pada kenyataannya masyarakat mengartikan lain program tersebut, seolah – olah bantuan tunai merupakan sumber utama penghasilan rumah tangga. Hal ini mengakibatkan mental masyarakat menjadi konsumtif (selalu ingin diberi), sehingga pada sebuah kesempatan dalam kegiatan survei yang dilaksanakan BPS, terutama pada kegiatan dengan sample responden rumah tangga, baik survei dengan tema sosial atau industri mikro/kecil, umumnya responden mengira kegiatan survei yang dilakukan BPS tujuannya untuk bantuan.
Dari berbagai respon rumah tangga dalam beberapa kegiatan survei, terutama pada kelompok ekonomi 40 persen menengah ke bawah, jangan – jangan mental miskin lah yang menyebabkan tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya enggan “terjun bebas”. Karena rumah tangga yang sudah mendapatkan bantuan sudah merasa nyaman diberi bantuan. Imbasnya, banyak masyarakat yang menginginkan kehidupannya lebih sejahtera tetapi tidak mau bekerja keras. Bahkan demi mendapat bantuan, orang tidak segan ingin dicatat sebagai rumah tangga miskin.
Beberapa waktu lalu, pemerintah Kota Tasikmalaya menggulirkan program Wira Usaha Baru (WUB) sebagai salah satu upaya mengentaskan kemiskinan di Kota Tasikmalaya. Ironisnya, banyak peserta yang sudah lulus seleksi mengundurkan diri. Alasannya karena peserta mengira bahwa program WUB adalah penyaluran hibah/ bantuan cuma – cuma. (Kabar Priangan 20/2). Hal ini menjadi salah satu bukti, bahwa ada yang salah dengan mental masyarakat.
Banyaknya program bantuan terutama bantuan tunai, ternyata sangat berpengaruh terhadap tatanan budaya sosial yang ada di masyarakat. yang paling terasa adalah hampir hilangnya budaya gotong royong di lingkungan kita. tidak hanya di wilayah perkotaan tetapi di pedesaan pun sudah terasa. Sebagai contoh, Beberapa masyarakat enggan terlibat dalam kegiatan sosial di lingkungannya karena rumah tangganya tidak mendapatkan bantuan.
Baca juga : Miskin = Kurang Gizi?
Bagai dua sisi mata uang, program – program pengentasan kemiskinan dalam bentuk bantuan tunai memang menjadi polemik di masyarakat, disatu sisi pemerintah ingin menekan tingkat kemiskinan dengan menggulirkan bantuan, baik tunai maupun non tunai dengan harapan rumah tangga yang tadinya miskin bisa terbantu keluar dari garis kemiskinan. Tetapi pada kenyataanya, masyarakat beranggapan bahwa program bantuan merupakan sumber utama penghasilan sehingga rumah tangga tersebut enggan untuk bekerja lebih keras guna menambah penghasilannya. Selain itu, rumah tangga lain yang tidak mendapat bantuan pun ikut – ikut an ingin dianggap miskin demi mendapat bantuan. Imbasnya, bukannya angka kemiskinan menurun drastis, tetapi menurun lambat.
Hal ini menjadi PR bagi pemerintah untuk bisa terus menekan tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya. Sejalan dengan prioritas RPJMD Kota Tasikmalaya lima tahun kedepan, yaitu Pengentasan Kemiskinan, Pemerintah harus membuat formula baru bentuk program – program pengentasan kemiskinan yang lebih baik lagi, seperti program padat karya yang dapat melibatkan banyak orang, dana bergulir untuk membangkitkan mental produktif masyarakat.
Poin penting lainnya adalah, pemerintah harus bisa merubah mental miskin yang “terlanjur” melekat di masyarakat saat ini menjadi mental produktif; Mengembalikan budaya gotong royong, saling percaya, toleransi, dan empati di masyarakat sendiri sebagai modal sosial, karena pengentasan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja. Dengan begitu diharapkan tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya dapat turun secara signifikan.
3 Responses to "Darurat Mental Miskin"
ini blog ttg apa yah
terimakasih sudah berkunjungn di blog sidumath.com, blog ini tentang dunia statistika dan matematika. beberapa artikel berisi opini/gagasan mengenai hasil survei/ sensus yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). selain itu, ada juga pembahasan soal - soal matematika dengan konsep dasar dan cara cepat.
ooh 1 lagi, ada juga nformasi mengenai dunia pendidikan atau informasi lain yang bermanfaat
Post a Comment